Wednesday, May 22, 2024

Nikmat dekat dengan ahli ilmu.

Nikmat dekat dengan ahli ilmu.

Menuntut ilmu merupakan kenikmatan yang Allah Subhanuwata’ala berikan kepada hamba-Nya. Namun, tidak semua hamba Allah yang memperolehi kenikmatan ini. Tidak semua dapat merasakan nikmatnya dapat memahami agama Islam ini, memahami tentang hakikat iman yang sebenarnya. Sesungguhnya! Ini merupakan anugerah dan nikmat terbesar kurniaan Allah Subhanuwata’ala. Allah Subhanuwata’ala berfirman,


أَفَمَنْ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ فَهُوَ عَلَىٰ نُورٍ مِنْ رَبِّهِ ۚ فَوَيْلٌ لِلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ


Maksudnya:”Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata”. Az-Zumar ayat 22.


Dengan ilmu, Allah Subhanuwata’ala mengangkat darjat seseorang. 


Allah Subhanuwata’ala berfirman,


يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ


Maksudnya:”....nescaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa darjat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Al-Mujadilah ayat 11.


Kerana begitu besarnya nikmat memperolehi ilmu, maka dekat dengan ahli ilmu akan menyempurnakan kenikmatan tersebut. Bagaimana mungkin, tanpa perantaraan ahli ilmu, setelah izin dari Allah, kita mengetahui suatu perkara yang tidak kita ketahui sebelumnya. Perkara yang masih samar bagi kita, menjadi jelas dan terang benderang tanpa ada kesamaran sedikit pun. Ini merupakan nikmat di antara nikmat-nikmat yang sering kita lupakan.


Ada kaedah fiqh yang menyebutkan,


ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب


Maksudnya: “Suatu kewajipan yang tidak sempurna melainkan dengannya maka ia juga wajib”.


1-Dekat dengan ahli ilmu dapat menghidupkan roh, dengan ilmu dan cahaya petunjuk.


Sesungguhnya, tatkala seseorang itu dekat dengan ahli ilmu maka akan membuatnya dekat kepada ilmu. Ia akan mendapati jasadnya terisi dengan roh yang penuh dengan ilmu dan cahaya. Allah Subhanahuwata’ala mensifati Al-Qur’an yang merupakan pokok dari ilmu sebagai roh dan cahaya petunjuk,


وَكَذَٲلِكَ أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ رُوحً۬ا مِّنۡ أَمۡرِنَا‌ۚ مَا كُنتَ تَدۡرِى مَا ٱلۡكِتَـٰبُ وَلَا ٱلۡإِيمَـٰنُ وَلَـٰكِن جَعَلۡنَـٰهُ نُورً۬ا نَّہۡدِى بِهِۦ مَن نَّشَآءُ مِنۡ عِبَادِنَا


Maksudnya:”Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) roh (Al-Qur’an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Al-Qur’an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa saja yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami”. Asy-Syura ayat 52


Menurut tafsir Ibnu Katsir,

Sebagaimana yang telah disyaratkan (diperintahkan) untukmu di dalam Al-Qur'an,


{وَلَكِنْ جَعَلْنَاهُ} أَيِ: الْقُرْآنَ {نُورًا نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا}

Maksudnya”...tetapi Kami menjadikan Al-Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba kami”. Asy-Syura ayat  52.


Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya yang berikut,


قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِي آذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى أُولَئِكَ يُنَادَوْنَ مِنْ مَكَانٍ بَعِيدٍ


Katakanlah: “Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedangkan Al-Qur’an itu suatu kegelapan bagi mereka”. Fushshilat ayat  44, hingga akhir ayat.

Lihat tafsir Ibnu Katsir.


Allah Subhanahuwata’ala menamakan Al-Qur’an dengan Roh. Kerana dengan roh, jasad dapat hidup; sedangkan dengan Al-Qur’an, hati-hati dan roh turut hidup.


Oleh kerana itu, dekat dengan ahli ilmu merupakan sumber dari roh dan cahaya petunjuk. Sebaliknya, jika seseorang itu tidak dekat dengan ahli ilmu dan juga ilmu, maka ini merupakan awal dari sebuah petaka. 


Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah (wafat th. 204 H), bahkan mengatakan,


وَمَنْ فَاتَهُ التَّعْلِيْمُ وَقْتَ شَبَابِهِ  ……  ‌فَكَبِّرْ ‌عَلَيْهِ ‌أَرْبَعًا ‌لِوَفَاتِهِ


Maksudnya:”Siapa yang terluput dari ilmu di masa mudanya…..Maka, takbirkan ia sebanyak empat kali atas wafatnya”.  Lihat Diwan Asy-Syafi’i, hal. 59.


Seseorang yang jauh dari ilmu dan ahli ilmu, sebenarnya mereka adalah mayat yang berjalan. Kerana tidak ada roh berupa ilmu pada jasad-jasad mereka. Demikianlah, yang dikatakan oleh Imam Asy-Syafi’i rahimahullah.

2-Ahli ilmu tidak akan mencelakakan orang-orang di sekitarnya.


Hal ini berdasarkan kepada hadith yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah R.A, Nabi Sallallahu’alaihiwasallam telah bersabda,


الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ، مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلَّا ذِكْرَ اللهِ أَوْ عَالِمًا أَوْ مُتَعَلِّمًا


Maksudnya: “Dunia ini dan seisinya adalah laknat kecuali mengingati Allah, yang membawa kepada taat kepada-Nya, orang alim (guru) dan pelajar.” 

Riwayat Ibn Majah (4112) dan al-Tirmizi (2322)
Syeikh Syuaib al-Arnaut menghukumkan sanad hadith ini sebagai hasan


Bahkan, makhluk-makhluk Allah Subhanahuwata’ala yang lain merasakan manfaat dengan adanya ahli ilmu. Nabi Sallallahu‘alaihiwasallam bersabda tentang ahli ilmu,


إِنَّ العَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الأَرْضِ ‌حَتَّى ‌الحِيْتَانُ فِي المَاءِ


Maksudnya:”Sesungguhnya makhluk-makhluk Allah di langit dan di bumi benar-benar akan memohonkan ampun kepada ahli ilmu, sampai ikan-ikan yang berada di dalam air.” Riwayat Abu Daud (3641) dan At-Tirmidzi (2682)


Ahli ilmu berhak untuk mendapat istighfar dari makhluk tersebut. Dengan  istighfar ini orang berilmu mengajarkan kepada manusia ilmu. Termasuk untuk memperhatikan dan menjaga haiwan-haiwan tersebut serta mengasihani mereka, memperkenalkan kepada manusia perkara yang halal dan yang haram, dan juga mengajarkan kepada manusia bagaimana cara untuk memperoleh haiwan tersebut, menggunakan haiwan tersebut untuk ditunggang, bahkan sehingga tata cara menyembelih dengan cara terbaik pun diajarkan. 


Diriwayatkan oleh Abi Ya’la bin A’us RA, sabda Nabi Sallallahu‘alaihiwasallam,


فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ، وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذِّبْحَةَ


Maksudnya: Apabila kamu membunuh maka bunuhlah dengan baik, dan apabila kamu menyembelih maka sembelihlah dengan baik”. Riwayat Muslim (1955) 


Dalam hadith yang lain, Nabi Sallallahu‘alaihiwasallam mensifatkan ahli ilmu,

‌هُمُ ‌الْقَوْمُ ‌لَا ‌يَشْقَى ‌بِهِمْ جَلِيسُهُمْ


Maksudnya:”Mereka adalah suatu kaum yang tidak akan mencelakakan teman duduk mereka”. Riwayat Muslim (2689)


Sudah tentu akan berlaku sebaliknya, berbanding  jika kita dekat dengan bukan dari ahli ilmu. Seringkali kekecewaan, kecemasan, dan kesedihan yang kita dapatkan dari mereka yang bukan ahli ilmu. Bahkan, sulit rasanya untuk memperolehi kepercayaan dan ketenangan pada mereka. Sehingga fitrah pada diri manusia pun dapat menilai. Begitu nikmatnya dekat dengan ahli ilmu.

3-Ahli ilmu merupakan pewaris para nabi ‘alaihimus salam.


Hal ini sebagaimana yang Nabi Sallallahu‘alaihiwasallam sebutkan dalam hadithnya. Dari Abu Darda radhiyallahu ‘anhu, Nabi Sallallahu‘alaihiwasallam bersabda,:

 

وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ، وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا، وَلَا دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ


Maksudnya: “Sesungguhnya ulama’ adalah pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar atau dirham. Akan tetapi mereka mewariskan ilmu, maka barangsiapa yang mengambil warisan tersebut, maka dia telah mengambil bahagian yang banyak”. Riwayat Abu Daud (3641). [Syeikh al-Arna’out menghukum hadith ini sebagai hasan dengan syawahidnya]


Kerana ahli ilmu pewaris para nabi, maka dekat dengan mereka membuat kita setidak-tidaknya sedikit merasakan nikmatnya mendapatkan warisan para Nabi ‘alaihimus salam, yang tentunya warisan ini lebih berharga daripada warisan yang ada di dunia ini.


4-Dekat dengan ahli ilmu memudahkan seseorang untuk bertanya perihal agama.


Allah Subhanahuwata’ala berfirman,


فَسۡـَٔلُوٓاْ أَهۡلَ ٱلذِّڪۡرِ إِن كُنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ


Maksud:”Maka, tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu jika kamu tiada mengetahui”. Al Anbiya ayat  7.


Ini di antara nikmat dekat dengan ahli ilmu. Kita dapat bertanya kepadanya tentang perihal agama yang tidak diketahui. Sehingga sirnalah kebodohan dalam diri seseorang. Nabi Sallallahu‘alaihiwasallam bersabda,


‌أَلَا ‌سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا، فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ


Maksudnya:”Tidakkah mereka ingin bertanya tatkala mereka tidak mengetahui, kerana sesungguhnya ubat dari kebodohan adalah bertanya”. Lihat Sunan Abu Daud (336)


Inilah di antara nikmat dekat dengan ahli ilmu. Sehingga ini apa yang seharusnya disyukuri dan jangan dilupakan adalah jasa-jasa mereka. Terdapat sebuah perkataan yang menarik yang dikatakan oleh Syu’bah,


كُنْتُ إِذَا سَمِعْتُ مِنَ الرَّجُلِ الحَدِيْثَ كُنْتُ لَهُ عَبْداً مَا حَيِيَ


Maksudnya:”Tatkala aku mendengar satu hadith dari seseorang (ahli ilmu), aku siap untuk menjadi budak selama dia hidup”. Lihat Tadzkiratus Saami’, hal. 190, Cet. Maktabah Ibnu Abbas.


5-Kehadiran ahli ilmu sebagai guru  pembimbing dalam belajar menjadi sangat penting, agar pencari ilmu tidak jatuh ke dalam keraguan dan kebimbangan. Sebagaimana kata Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali  :


فَاعْلَمْ أَنَّ الْأُسْتَاذَ فَاتِحٌ وَمُسَهِّلٌ، وَالتَّحْصِيْلُ مَعَهُ أَسْهَلُ وَأَرْوَحُ


Maksudnya: Ketahuilah olehmu, bahawasanya guru itu adalah pembuka (yang tertutup) dan memudahkan (yang rumit). Mendapatkan ilmu dengan adanya bimbingan guru akan lebih mudah dan lebih menyenangkan."(Minhajul 'Abidin ilaa Janhati Rabbil 'Alamiin, halaman 8).


Sebagaimana firman Allah Subhanahuwa Ta'ala:


وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَائِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ


Maksudnya: Dan tidaklah (betul dan elok) orang-orang yang beriman keluar semuanya (pergi berperang); oleh itu, hendaklah keluar sebahagian sahaja dari tiap-tiap puak di antara mereka, supaya orang-orang (yang tinggal) itu mempelajari secara mendalam ilmu yang dituntut di dalam ugama, dan supaya mereka dapat mengajar kaumnya (yang keluar berjuang) apabila orang-orang itu kembali kepada mereka; mudah-mudahan mereka dapat berjaga-jaga (dari melakukan larangan Allah).Surah al-Taubah (122)


Terakhir, sudah semestinya dekat dengan ahli ilmu adalah untuk diambil ilmunya dan diambil manfaat serta faedah-faedah dari mereka. Bukan tujuan dekat dengan ahli ilmu adalah untuk meningkatkan status sosial, jabatan, bahkan berbangga dengan menunjukkan kepada manusia bahawa ia dekat dengan ahli ilmu. 


Dibimbangkan berbangga dengan hal tersebut boleh membuat kita ghurur (tertipu) dengan semua in. Sedangkan yang menyelimuti kita adalah penyakit ujub, riya‘, dan sum’ah. Bangga dengan dikatakan “fulan adalah murid ustaz fulan”, tanpa ada sedikit pun ilmu yang terpatri pada dirinya. 


Cukuplah membuat kita bangga dengan faedah dan ilmu yang dapat diperoleh dari mereka. Menghormati dan memuliakan mereka, walaupun kita sudah selesai dari menuntut ilmu dari mereka. Tidak dilupakan doa dititipkan buat mereka. 


Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam pernah bersabda,


لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيُجِلَّ كَبِيرَنَا وَيَفِ لِعَالِمِنَا


Maksudnya: “Bukanlah termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi yang muda, tidak menghormati yang tua, dan tidak mengerti hak ulama kami”.

Riwayat Ahmad (5/323) dan al-Bazzar (2718)


Imam Nawawi berkata: “Seorang murid hendaklah melihat gurunya dengan pandangan penghormatan. Hendaklah dia meyakini keahlian gurunya berbanding yang lain. Kerana perkara itu akan menjadikan seorang murid dapat mengambil banyak manfaat darinya, dan lebih dapat memberi kesan dalam hati terhadap apa yang dia dengar dari gurunya tersebut”. Lihat al-Majmu’, 1/84.


Berdoa kepada guru. Sabda Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam,


مَنْ صَنَعَ إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوهُ ، فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا مَا تُكَافِئُونَهُ فَادْعُوا لَهُ حَتَّى تَرَوْا أَنَّكُمْ قَدْ كَافَأْتُمُوهُ


Maksudnya: “Sesiapa yang berbuat kepada kamu kebaikan maka balaslah. Jika kamu tidak mempunyai sesuatu untuk membalasnya, maka doakanlah dia, sehingga kamu merasakan bahawa kamu sudah membalasnya.” 

Riwayat Abu Daud (1672)


Hal ini juga sepertimana yang telah dilakukan oleh salaf al-Soleh. Antaranya disebut bahawa Imam Ahmad selalu berdoa untuk Imam al-Syafi’e yang menjadi gurunya.


Ulama’ Islam di zaman silam amat mementingkan adab dalam menuntut ilmu. Kata al-Imam Abdullah bin al-Mubarak (wafat 181H) Rahimahullah: 


طلبت الأدب ثلاثين سنة، وطلبت العلم عشرين سنة؛ كانوا يطلبون الأدب ثم العلم


Maksudnya:"Aku mempelajari adab menuntut ilmu selama 30 tahun, kemudian baru mempelajari ilmu".

(Rujuk Ghoyatul Nihayah fi Tobaqat al-Qira’, 1/446)


Al-Imam Malik (wafat 179H) Rahimahullah pernah berkata: “Ibuku pernah menyuruhku pergi kepada Rabi’ah (salah seorang guru kepada al-Imam Malik) dan mempelajari darinya adab dan kemudian barulah ilmunya”. [Lihat  Abu al-Fadhl al-Qadhi ‘Iyadh. Tartib al-Madarik wa al-Taqrib al-Masalik, 1/130]


Masih banyak lagi nikmat dengan ahli ilmu, selain dari hal yang disebutkan di atas. Semoga hal di atas dapat menjadi motivasi bagi mereka yang belum mendekat kepada ahli ilmu, dan menjadi insan yang ingat untuk bersyukur bagi mereka yang dekat dengan ahli ilmu.



No comments:

Post a Comment

Mendirikan Masyarakat Atas Dasar Aqidah Islam.

Mendirikan Masyarakat Atas Dasar Aqidah Islam. Aqidah yang dimaksudkan dalam membentuk masyarakat Islam ialah aqidah yang berpandukan, لَا إ...