Wednesday, January 31, 2024

Kesan dosa dan maksiat terhadap pelakunya.

Kesan dosa dan maksiat terhadap pelakunya.

Dosa dan kemaksiatan memberi pengaruh buruk dan merbahaya kepada seseorang itu, baik bagi badannya, hatinya, kehidupan dunianya, atau  kehidupan akhiratnya. Malah, kadang-kadang bahaya-bahaya tersebut  tidak diketahui langsung oleh pelakunya.


Bahaya pertama dosa dan kemaksiatan adalah terhalangnya dari mendapatkan hidayah dan ilmu. 


Hidayah dan ilmu umpama lampu yang Allah letakkan di hati seorang hamba. Sedangkan kemaksiatan dan hawa nafsu,  adalah bagaikan angin kencang yang akan mematikan lampu tersebut.


Seorang tabiin, Ad-Dhahhak bin Muzahim rahimahullah, pernah mengatakan,


“Tidaklah seseorang itu mempelajari Al-Qur’an kemudian melupakannya, kecuali itu kerana perbuatan dosa yang dilakukannya. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahuwata’ala,


وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ


Maksudnya:”Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Dan Allah memaafkan sebahagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)”. Asy-Syura ayat 30.


Kesan buruk lainnya adalah dosa dan kemaksiatan akan mempersulitkan urusan pelakunya. 


Seperti yang kita ketahui, mereka yang bertakwa, maka Allah Subhanahuwata’ala akan mempermudah urusannya. Adapun mereka yang meremehkan takwa dan tidak memperdulikannya dengan melakukan kemaksiatan dan dosa, maka tentu Allah Subhanahuwata’ala mempersulit urusannya. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,


وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ 


Maksudnya:”Barangsiapa bertakwa kepada Allah, nescaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya”.  At-Talaq ayat 2-3.


Pada ayat tersebut, Allah Subhanahuwata’ala menyebutkan bahawa takwa akan mempermudah jalan rezeki. Maka sebaliknya, dosa dan kemaksiatan kepada Allah Subhanahuwata’ala akan menyempitkan rezeki pelakunya. 


Walaupun begitu, mengapa kita selalu menyaksikan orang-orang yang sering bermaksiat justeru mendapatkan rezeki berlimpah?.


Ketahuilah, jika kita menyaksikan hal seperti ini, maka itulah definisi dari istidraj yang yang Allah Subhanahuwata’ala berikan kepada pelaku kemaksiatan. Sebagaimana Nabi Sallallahu‘alaihiwasallam bersabda,


 إذا رأيْتَ اللهَ يُعْطي العبدَ مِنَ الدُّنيا على مَعاصيه ما يُحِبُّ، فإنَّما هو استِدراجٌ. ثمَّ تلَا رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: {فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ}


Maksudnya:”Apabila engkau melihat Allah memberikan kepada seorang hamba berupa nikmat dunia yang disukainya, padahal dia suka bermaksiat, maka itu hanyalah istidraj. Lalu, Rasulullah membacakan ayat, bermaksud:”Maka, tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka. Sehingga, apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong. Maka, ketika itu mereka terdiam berputus asa”. (QS. Al An’am ayat 44)”.  Riwayat Ahmad (17311)


Hakikatnya mereka yang mempunyai banyak harta tetapi melakukan maksiat itu adalah musibah keatas mereka.


Itulah yang dinamakan istidraj.Harta yang banyak tidak boleh membeli ketenangan, harta juga tidak boleh membeli kebahagiaan dan harta juga tidak dapat membeli ketaqwaan.


Disaat mendapati hidup kita sering diliputi masalah dan tidak kunjung tiba pula solusinya, rezeki kita sulit dan terhalang, maka waktu itu patut kita curigai ketakwaan kita, mungkin masih banyak memiliki kekurangan, dosa-dosa kita boleh jadi juga telah menumpuk. Maka, bersegeralah untuk bertaubat dan beristigfar kepada Allah Subhanahuwata’ala.


Sabda Rasulullah Sallallahu'alaihiwasallam,


عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَزِيدُ فِي الْعُمْرِ إِلَّا الْبِرُّ وَلَا يَرُدُّ الْقَدَرَ إِلَّا الدُّعَاءُ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِخَطِيئَةٍ يَعْمَلُهَا


Maksudnya:” Dari Tsauban ia berkata; Rasulullah Sallallahu'alaihiwasallam bersabda: " Tidak menambah umur kecuali perbuatan baik, tidak ada yang menolak takdir kecuali doa, dan sungguh, seorang laki-laki tertahan dari rezkinya kerana kesalahan yang telah ia lakukan”. Riwayat Ibnu Majah (87)


Kesan buruk lainnya adalah terjadinya musibah dan malapetaka. Baik ianya  berupa banjir, gempa dan lain sebagainya. Dengarlah firman Allah Subhanahuwata’ala,


فَكُلًّا أَخَذْنَا بِذَنۢبِهِۦ ۖ فَمِنْهُم مَّنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُم مَّنْ أَخَذَتْهُ ٱلصَّيْحَةُ وَمِنْهُم مَّنْ خَسَفْنَا بِهِ ٱلْأَرْضَ وَمِنْهُم مَّنْ أَغْرَقْنَا ۚ وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَٰكِن كَانُوٓا۟ أَنفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ


Maksudnya:”Maka, masing-masing (mereka itu), Kami seksa disebabkan dosanya. Maka, di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil, dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan. Dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri”. Al-Ankabut ayat 40.


Apa yang menimpa umat-umat terdahulu dari musibah banjir, kekeringan, gempa, dan  sebagainya, maka ianya boleh juga menimpa kita di zaman sekarang ini, kerana banyaknya dosa dan tersebarnya kemaksiatan di sekitar kita.


Kesan buruk lainnya dari dosa dan kemaksiatan yang dilakukan seorang muslim adalah terjadinya perpecahan dan perselisihan di antara kaum muslimin. 


Nabi Sallallahu'alaihiwasallam pernah bersabda,


وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ؛ مَا تَوَادَّ اثْنَانِ فَفُرِّقَ بَيْنَهُمَا، إِلاَّ بِذَنْبٍ يُحْدِثُهُ أَحَدُهُمَا


Maksudnya:”Demi Zat yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, tidaklah dua orang muslim saling mencintai lalu keduanya berpisah, pasti disebabkan suatu dosa yang dilakukan salah satu keduanya”.  Riwayat Imam Ahmad (5357), diriwayatkan juga oleh Imam Bukhari dalam kitabnya Adabul Mufrad (401)


Sudah tentu ini merupakan kesan buruk yang amat berbahaya bagi kaum muslimin. Kerana Nabi Sallallahu'alaihiwasallam sendiri sangat berhati-hati agar tidak terjadi perpecahan di antara kaum muslimin. Bahkan, beliau sentiasa mengingatkan para sahabatnya akan bahaya perpecahan ini setiap kali hendak solat lima waktu. Di antaranya beliau bersabda,


عبادَ اللَّهِ لتسوُّنَّ صفوفَكم أو ليخالفَنَّ اللَّهُ بينَ وجوهِكُم ، وفي روايةٍ: قلوبِكُم.


Maksudnya:”Wahai hamba Allah, luruskan saf kalian, atau Allah benar-benar akan membuat hati-hati kalian berselisih”.  Bukhari  (717) dan Muslim (436)


Dalam sirah dan kisah hidup Nabi Muhammad Sallallahu'alaihiwasallam, juga terdapat pelajaran akan kesan buruk dari kemaksiatan yang dilakukan oleh kaum muslimin. Iaitu, kekalahan mereka dalam peperangan Uhud ketika melawan kaum musyrikin.


Di awal peperangan, kaum muslimin unggul dan menang. Akan tetapi, ketika pasukan pemanah goyah melihat saudara-saudara lainnya sedang membahagi-bahagikan harta rampasan perang, lalu mereka pun turun. Maka terjadilah kekacauan dan penyerbuan kaum musyrikin keatas kaum muslimin yang menyebabkan kekalahan bagi kaum muslimin. Kekalahan tersebut terjadi kerana kemaksiatan yang dilakukan oleh pasukan pemanah kerana tidak mentaati perintah Rasulullah Sallallahu'alaihiwasallam untuk tetap berada di atas bukit walau apa pun keadaannya.


Ketahuilah! Sesungguhnya kemaksiatan yang dilakukan seorang muslim itu akan membuatnya hina pada pandangan Allah Subhanahuwata’ala. Nabi Sallallahu'alaihiwasallam pernah bersabda,


فَالنَّاسُ رَجُلَانِ بَرٌّ تَقِيٌّ كَرِيمٌ عَلَى اللَّهِ وَفَاجِرٌ شَقِيٌّ هَيِّنٌ عَلَى اللَّهِ


Maksudnya:”Manusia terbagi dua: 1) baik, bertakwa, mulia bagi Allah dan 2) keji, sengsara, hina di mata Allah.” Riwayat Tirmidzi (3270)


Dan ketika Allah Subhanahuwata’ala telah menghinakan seseorang, maka tidak akan ada lagi makhluk yang akan menghormatinya dan memuliakannya. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,


وَمَن يُهِنِ ٱللَّهُ فَمَا لَهُۥ مِن مُّكْرِمٍ


Maksudnya:”Dan barangsiapa yang dihinakan Allah, maka tidak ada seorang pun yang memuliakannya”. Al-Hajj ayat 18.


Berapa banyak keburukan dan mara bahaya yang akan menimpa mereka yang bermaksiat kepada Allah Subhanahuwata’ala. Baik ianya keburukan di dunia, terlebih lagi keburukan dan ancaman di alam akhirat.


Dengan mengetahui bahaya dan kesan buruk dari kemaksiatan dan dosa yang dilakukan seorang hamba, semoga kita menjadi semakin takut untuk bermaksiat kepada Allah Subhanahuwata’ala, berfikir berulang kali ketika terdetik untuk melanggar aturan-aturan Allah Subhanahuwata’ala.


Ya Allah, jagalah kami semua dari melakukan dosa dan kemaksiatan, ampunilah dosa-dosa kami yang telah lalu, berikanlah kami keampunan-Mu yang luasnya melebihi luas bumi dan langit, jadikanlah kami hamba-hamba-Mu yang senttiasa istiqomah di dalam melakukan kebaikan dan ketaatan.


أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ




Thursday, January 25, 2024

Antara Toleransi dan Prinsip dalam Islam.

Antara Toleransi dan Prinsip dalam Islam.

Islam adalah agama yang sempurna. Justeru itu, setiap tindakan, sikap, dan budi pekerti yang baik telah diajarkan oleh Allah Subhanahuwata’ala melalui lisan dan perbuatan Nabi-Nya Sallallahu‘alaihiwasallam, tidak terkecuali sikap dan muamalah Islam terhadap orang-orang kafir, yang mana Islam juga telah mengajarkannya.


Di dalam Al-Qur’an, Allah Subhanahuwata’ala memerintahkan agar kita untuk berbuat baik kepada mereka yang beragama Islam dan juga mereka yang kafir. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,


لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ


Maksudnya:’Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu (dari kalangan orang-orang kafir) dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil”. Al-Mumtahanah ayat 8.


Pada ayat yang lain, Allah Subhanahuwata’ala telah menghalalkan makanan yang mereka berikan kepada kita, dan Allah halalkan juga memberikan mereka makanan,


اَلْيَوْمَ اُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبٰتُۗ وَطَعَامُ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ حِلٌّ لَّكُمْ ۖوَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ


Maksudnya:”Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) ahli kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka”. Al-Maidah ayat 5.


Sebagai seorang muslimin yang percaya dan yakin bahawa Nabi Muhammad Sallallahu‘alaihiwasallam adalah sebaik-baik suri tauladan bagi dirinya dan yakin bahawa Nabi Muhammad membawa kebenaran, seharusnya juga mengetahui dan mempelajari kembali bagaimana sikap Nabi terhadap orang kafir, bagaimana muamalah beliau dengan mereka, dan bagaimana batas toleransi yang benar yang telah beliau ajarkan.


Banyak riwayat-riwayat hadith yang  yang mengkisahkan bagaimana perlakuan dan akhlak Nabi terhadap orang kafir. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahawa Baginda menziarahi orang yang sakit di antara mereka, berbuat baik terhadap orang-orang yang memerlukan bantuan di antara mereka.


Toleransi Baginda Nabi  Sallallahu‘alaihiwasallam juga tercermin dalam kisah penaklukan kota Makkah. Nabi Sallallahu‘alaihiwasallam mengampunkan dan memaafkan kaum Quraisy yang telah menyakiti beliau, kecuali beberapa orang saja. Bahkan, beliau memberikan jaminan keselamatan kepada penduduk Makkah, walaupun mereka belum mahu masuk ke dalam Islam. Dalam sebuah hadith  sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu mengkisahkan,


أنَّ رسولَ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ علَيهِ وسلَّمَ عامَ الفتحِ جاءَهُ العبَّاسُ بنُ عبدِ المطَّلبِ بأبي سفيانَ بنِ حربٍ فأسلمَ بمرِّ الظَّهرانِ فقالَ لَهُ العبَّاسُ: يا رَسولَ اللَّهِ إنَّ أبا سفيانَ رجلٌ يُحبُّ هذا الفخرِ، فلو جعلتَ لَهُ شيئًا قالَ: نعَم مَن دخلَ دارَ أبي سفيانَ فَهوَ آمنٌ، ومَن أغلقَ علَيهِ بابَهُ فَهوَ آمنٌ


Maksudnya:”Saat Nabi Sallallahu‘alaihiwasallam hendak menakluki kota Makkah, Al-Abbas bin Abdul Mutthalib mendatanginya serta membawa Abu Sufyan bin Harb, maka masuk Islamlah dia (Abu Sufyan) di tempat yang disebut ‘Maar Adz-Dzahran’. Al-Abbas mengatakan kepada beliau (Nabi), ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan itu senang apabila memiliki kewibawaan, sekiranya engkau berikan sesuatu untuknya (untuk dibanggakan).’ Maka, Nabi mengatakan, ‘Siapa saja yang masuk ke rumah Abu Sufyan, maka ia mendapatkan jaminan keamanan (tidak dibunuh). Dan siapa pun yang menutup pintunya, maka ia juga mendapatkan keamanan”. Riwayat Abu Daud (3021), Ibnu Abi Syaibah  (38078) dan Al-Baihaqi (18740)


Nabi Sallallahu‘alaihiwasallam juga pernah bersabda,


ألا مَن ظلمَ مُعاهدًا، أوِ انتقصَهُ، أو كلَّفَهُ فوقَ طاقتِهِ، أو أخذَ منهُ شيئًا بغَيرِ طيبِ نفسٍ، فأَنا حَجيجُهُ يومَ القيامةِ


Maksudnya:”Ketahuilah, bahawa orang yang menzalimi orang kafir yang menjalin perjanjian dengan Islam atau mengurangi haknya atau membebaninya di atas kemampuannya atau mengambil darinya sesuatu yang ia relakan, maka aku adalah lawannya pada hari Kiamat”. Riwayat Abu Daud (3052) 


Bahkan Nabi Sallallahu‘alaihiwasallam  memberikan ancaman bagi mereka yang membunuh orang-orang kafir yang sedang dalam perlindungan dan perjanjian damai dengan kaum muslimin. Nabi Sallallahu‘alaihiwasallam bersabda,


مَن قَتَلَ مُعاهَدًا لَمْ يَرِحْ رائِحَةَ الجَنَّةِ، وإنَّ رِيحَها تُوجَدُ مِن مَسِيرَةِ أرْبَعِينَ عامًا.


Maksudnya:”Siapa yang membunuh (kafir) mu’ahad (terikat perjanjian damai), maka dia tidak akan dapat mencium wangi surga. Padahal, sesungguhnya harumnya (syurga) dapat tercium dari jarak perjalanan empat puluh tahun”. Riwayat Bukhari (3166)


Sesungguhnya toleransi kaum muslimin inilah yang menjadi penyebab cepatnya peryebaran Islam di seluruh dunia. Semuanya kembali pada asas keadilan dan hikmah yang dibawa oleh syariat Islam. Keadilan yang berlaku untuk semua masyarakatnya dan siapapun yang sedang di bawah kepemimpinannya, tidak terkecuali mereka yang kafir.


Di dalam bertoleransi, Islam juga menerapkan beberapa aturan yang berupa perinsip agama seperti aqidah dan ibadah yang mesti ditaati dan tidak boleh dilanggar oleh setiap pemeluknya. Akidah dan ibadah adalah sesuatu yang wajib dipelihara supaya tidak tergelincir daripada landasan yang benar. Sebarang aktiviti atau amalan yang boleh membawa kepada kekufuran sama ada dengan mengatakan suatu perkataan, melakukan suatu perbuatan atau beriktikad dengan suatu pegangan yang membawa  maksud mengabdikan diri selain daripada Allah Subhanahuwata’ala adalah dilarang.


Firman Allah Subhanahuwata’ala dalam surah al-Kafirun:


قُلْ يَاأَيُّهَا الْكَافِرُونَ (1) لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ (2) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (3) وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ (4) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (5) لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ(6)


Maksudnya: “Katakanlah (wahai Muhammad): Wahai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak mahu menyembah (Allah) yang aku sembah. Dan aku tidak akan beribadat secara kamu beribadat. Dan kamu pula tidak mahu beribadat secara aku beribadat. Bagi kamu agama kamu dan bagiku agamaku”. Surah al-Kafirun ayat 1-6.


Di antaranya adalah larangan ikut serta di dalam merayakan perayaan agama lain dan kerana di dalam keikutsertaan seorang muslim pada hari raya mereka terdapat bentuk saling tolong menolong dalam sebuah dosa. Sedangkan Allah Subhanahuwata’ala berfirman,


وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ


Maksudnya:”Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan”. Al-Ma’idah ayat 2.


Ikut serta dalam perayaan mereka merupakan salah satu bentuk tasyabbuh (menyerupai) dengan orang kafir. Sedangkan Nabi Sallallahu‘alaihiwasallam bersabda,


مَنْ تَشَبَّهَ بِقَومٍ فَهُوَ مِنْهُمْ


Maksudnya:”Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia bahagian dari kaum tersebut”. Riwayat Abu Daud (4031) dan Ahmad (5114).


Pada asasnya umat Islam adalah ditegah untuk menyertai apa-apa perayaan agama lain. Para ulama telah bersepakat bahawa hukum menyertai perayaan agama lain, sama ada dengan ucapan atau tindakan pada pakaian, makanan atau minuman yang dikhususkan pada hari perayaan tersebut adalah haram jika bertujuan untuk mengagungkan hari perayaan mereka, bahkan majoriti ulama berpendapat bahawa seorang muslim yang mengagungkan syiar-syiar agama lain boleh jatuh ke lembah kekufuran. Manakala individu muslim yang tidak berniat untuk mengagungkannya adalah berdosa, namun tidak sampai ke tahap kufur. Lihat Ali Wanis, alIhtifal bi A’yad al-Kuffar, hlm, 4.


Dalam surah al-Furqan, Allah Subhanahuwata’ala memuji golongan yang tidak menghadiri hari perayaan orang-orang musyrik. Firman Allah Subhanahuwata’ala,


وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا


Maksudnya: “Dan mereka (yang diredhai Allah itu ialah orang-orang) yang tidak menghadiri tempat-tempat melakukan perkara-perkara yang dilarang, dan apabila mereka bertembung dengan sesuatu yang sia-sia, mereka melaluinya dengan cara membersihkan diri daripadanya”.

Al-Furqan ayat 72.


Sebahagian ulama salaf seperti Abu al-‘Aliah, Tawus, Muhammad bin Sirin, al-Dahhak, al-Rabi’ bin Anas dan lain-lain menafsirkan kalimah al-zur dalam ayat di atas sebagai hari-hari perayaan orang musyrik. Lihat Ibnu Kathir, Ismail bin Umar, Tafsir al-Quran al-‘Azim.


Oleh yang demikian, dapat difahami daripada ayat ini bahawa Allah Subhanahuwata’ala memuji individu-individu yang tidak menghadiri perayaan orang-orang musyrik.


Dalam surah al-Maidah, Allah Subhanahuwata’ala berfirman,


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَىٰ أَوْلِيَاءَ ۘ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ


Maksudnya: Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani itu sebagai teman rapat, kerana setengah mereka menjadi teman rapat kepada setengahnya yang lain; dan sesiapa di antara kamu yang menjadikan mereka teman rapatnya, maka sesungguhnya ia adalah dari golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang berlaku zalim”. Al-Maidah ayat 51.


Menurut para ulama, apa yang dimaksudkan teman rapat disini adalah menyerupai (tashabbuh) mereka dan membesarkan hari-hari perayaan mereka. Lihat Al-Zahabi, Tashbih al-Khasis bi Ahl al-Khamis fi Raddi al-Tashabbuh bi al-Mushrikin.


Nabi Sallallahu‘alaihiwasallam bersabda,


مَنْ تَشَبَّهَ بِقَومٍ فَهُوَ مِنْهُمْ


Maksudnya:”Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia bahagian dari kaum tersebut”. Riwayat Abu Daud (4031) dan Ahmad (5114).


Menurut seorang ulama mazhab Shafi’i, Hibatullah bin al-Hasan al-Lalaka’i,


وَلَا يَجُوزُ لِلْمُسْلِمِينَ أَن يَحْضُرُوا أَعْيَادَهُمْ لِأَنَّهُمْ عَلَى مُنْكَرٍ وَزُورٍ, وَإِذَا خَالَطَ أَهْلُ الْمَعْرُوفِ أَهْلَ المًنْكَرِ بِغَيْرِ الْإِنْكَارِ عَلَيْهِمْ كَانُوا كَالرَّاضِينَ بِهِ وَالْمُؤَثِّرِينَ لَهُ، فَنَخْشَى مِنْ نُزُولِ سَخَطِ اللهِ عَلَى جمَاَعَتِهِم فَيَعُمَّ الْجَمِيعَ، نَعُوذُ بِاللهِ مِن سَخَطِهِ


Maksudnya: “Umat Islam tidak dibenarkan untuk menghadiri perayaan-perayaan mereka (golongan bukan Islam) kerana mereka berada dalam kemungkaran dan kebatilan. Apabila golongan yang baik bercampur dengan golongan mungkar (dengan) tanpa mengingkari mereka, maka mereka seperti redha dan terpengaruh dengan ahli mungkar tersebut. Kami bimbang kemurkaan Allah turun ke atas ke atas kelompok mereka, lalu terkena pada semua. Kami memohon kepada Allah daripada kemurkaan-Nya”.


Al-Imam al-Damiri pula menjelaskan tentang hukuman yang selayaknya menurut syarak bagi mana-mana individu muslim yang menyertai perayaan bukan Islam, kata beliau,


يُعَزِّرُ مَن وَافَقَ الكُفَارَ فِي أَعْيَادِهِم


Maksudnya: Dihukum ta'zir bagi sesiapa yang mengikuti orang-orang kafir dalam perayaan-perayaan mereka. Lihat Al-Damiri, Muhammad bin Musa bin  Isa, al-Najm al-Wahhaj fi Syarh al-Minhaj.


Selain itu, menurut Abu Hafs al-Kabir, ulama mazhab Hanafi,


لَوْ أَنَّ رَجُلًا عَبَدَ اللَّهَ تَعَالَى خَمْسِينَ سَنَةً ثُمَّ جَاءَ يَوْمُ النَّيْرُوزِ وَأَهْدَى إلَى بَعْضِ الْمُشْرِكِينَ بَيْضَةً يُرِيدُ تَعْظِيمَ ذَلِكَ الْيَوْمِ فَقَدْ كَفَرَ وَحَبَطَ عَمَلُهُ


Maksudnya: Jika seorang lelaki menyembah Allah selama 50 tahun lamanya, kemudian tibanya Hari Nairuz dan dia menghadiahkan sebiji telur kepada sebahagian golongan musyrikin dengan tujuan mengagungkan hari tersebut, maka telah jatuh kafir dan terhapus amalannya”. Lihat Zainuddin bin Ibrahim bin Muhammad, Al-Bahr al-Ra’iq Syarh Kanz al-Daqa’iq


Jangan sampai kita tertipu dan merasa hilang harga diri serta malu ketika tidak ikut memeriahkan perayaan-perayaan semacam ini, merasa malu hanya kerana banyaknya manusia yang ikut merayakannya. Tugas kita hanyalah mentaati Allah dan Rasul-Nya.

 

Hiraukan cakap manusia, hiraukan kebiasaan mereka, kerana kebanyakan manusia tidak peduli dengan apa yang telah Allah Subhanahuwata’ala syariatkan. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,


وَاِنْ تُطِعْ اَكْثَرَ مَنْ فِى الْاَرْضِ يُضِلُّوْكَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗاِنْ يَّتَّبِعُوْنَ اِلَّا الظَّنَّ وَاِنْ هُمْ اِلَّا يَخْرُصُوْنَ


Maksudnya:”Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang di bumi ini, nescaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Yang mereka ikuti hanyalah persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat kebohongan”. Al-An’am ayat 116.


Allah Subhanahuwata’ala juga berfirman,


وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ


Maksudnya:”Dan kebanyakan manusia tidak akan beriman walaupun engkau sangat menginginkannya”. Yusuf ayat 103.


Semoga Allah Subhanahuwata’ala sentiasa menjaga kita, memberikan kita hidayah untuk selalu menimbang segala ucapan, perbuatan, dan perayaan manusia dengan melihat dalil-dalil dari Al-Qur’an dan hadith.


Apa yang sejalan dengan keduanya ataupun salah satu dari keduanya, maka boleh diamalkan meskipun sedikit sekali dari masyarakat yang melakukannya.


Sedangkan apa yang menyelisihi keduanya ataupun salah satu darinya, maka tidak boleh diamalkan. Meskipun ramai sekali masyarakat dan manusia yang  melakukannya.


أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Thursday, January 18, 2024

Bahaya kezaliman.

Bahaya kezaliman.

Allah Subhanahuwata'ala  berfirman,


 وَمَا اللَّهُ يُرِيدُ ظُلْمًا لِلْعِبَادِ  


…Padahal Allah tidak menghendaki kezaliman terhadap  hamba-hamba-Nya”. Ghafir ayat 31.


Dari sudut bahasa, zalim atau الظُّلْمُ ertinya meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Disebutkan dalam Lisaanul Arab:


الظُّلْمُ: وَضْع الشيء في غير موضِعه


“Azh zhulmu artinya meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya”


Dari sudut istilah, zalim ertinya melakukan sesuatu yang keluar dari landasan kebenaran, baik kerana kurang atau melebih batas. 


Al Asfahani mengatakan:


هو: (وضع الشيء في غير موضعه المختص به؛ إمَّا بنقصان أو بزيادة؛ وإما بعدول عن وقته أو مكانه) 


Maksudnya:”Zalim adalah meletakkan sesuatu bukan pada posisinya yang tepat baginya, baik kerana kurang mahupun kerana adanya tambahan, baik kerana tidak sesuai dari segi waktunya ataupun dari segi tempatnya”. (Mufradat Allafzhil Qur’an Al Asfahani 537, dinukil dari Mausu’ah Akhlaq Durarus Saniyyah).


Zalim juga diertikan sebagai perbuatan menggunakan milik orang lain tanpa hak. Al Jurjani mengatakan:


هو عبارة عن التعدِّي عن الحق إلى الباطل وهو الجور. وقيل: هو التصرُّف في ملك الغير، ومجاوزة الحد) 


Maksudnya:”Zalim ertinya melampaui landasan kebenaran hingga masuk pada kebatilan, dan ia adalah maksiat. Disebut oleh sebagian ahli bahasa bahawa zalim adalah menggunakan milik orang lain, dan melebihi batas” (At Ta’rifat, 186, dinukil dari Mausu’ah Akhlaq Durarus Saniyyah).


Allah Subhanahuwata’ala mengharamkan kezaliman ke atas diri-Nya sendiri, mengharamkannya juga untuk para hamba-Nya serta melarang hamba-hamba-Nya dari saling menzalimi di antara mereka sendiri. Allah Subhanahuwata’ala berfirman dalam sebuah hadith qudsi,


يا عِبَادِي، إنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ علَى نَفْسِي، وَجَعَلْتُهُ بيْنَكُمْ مُحَرَّمًا، فلا تَظَالَمُوا


Maksudnya:"Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku pun jadikan kezaliman itu di antara kalian sebagai sesuatu yang haram. Maka janganlah kalian saling menzalimi". Muslim ( 2577).


Kita hidup di zaman yang sangat membimbangkan. Zaman dimana kezaliman menyebar luas di tengah masyarakat. Bahkan di rumah-rumah kaum muslimin sekalipun, kezaliman itu sangat mudah dijumpai. Berapa ramai ayah yang menzalimi anak-anaknya dan keluarganya, seorang anak yang menzalimi orang tuanya sendiri, dan beragam keadaan serupa yang terkadang tidak dapat diterima oleh akal sihat.


Kezaliman ini juga sangat mudah kita temukan dalam hubungan berjiran tetangga. Berapa ramai tetangga yang satu menzalimi yang lainnya, menyakitinya atau merampas hak-haknya. Kezaliman juga sangat mudah kita jumpai dalam ranah hukum dan pengadilan. Berapa ramai orang yang dihukum dengan tidak semena-mena, dituduh dengan tuduhan palsu, dirampas, dan diganggu hartanya, atau bahkan dipaksa menyuap untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya.


Wahai saudaraku yang masih melakukan kezaliman, ingatlah salah satu dari firman Allah Subhanahuwata’ala,


وَلَا تَحْسَبَنَّ اللّٰهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظّٰلِمُوْنَ ەۗ اِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيْهِ الْاَبْصَارُۙ


Maksudnya:"Dan janganlah engkau mengira, bahawa Allah lengah dari apa yang diperbuat oleh orang yang zalim. Sesungguhnya Allah menangguhkan mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak". Ibrahim ayat 42.


Pada hari itu, Allah Subhanahuwata’ala tegakkan keadilan dan Allah Subhanahuwata’ala berikan setiap hak kepada pemilik sebenarnya. Sungguh Allah Maha Adil, benar-benar tidak akan menzalimi siapapun; bahkan seekor haiwan ternak sekalipun akan diadili. Nabi Sallallahu‘alaihiwasallam pernah bersabda,


لَتُؤَدُّنَّ الحُقُوقَ إلى أهْلِها يَومَ القِيامَةِ، حتَّى يُقادَ لِلشّاةِ الجَلْحاءِ، مِنَ الشَّاةِ القَرْناءِ


Maksudnya:”Semua hak itu pasti akan dipenuhi pada hari kiamat kelak, hingga kambing bertanduk pun akan dituntut untuk dibalas oleh kambing yang tidak bertanduk”. Riwayat Muslim (2582).


Nabi Sallallahu‘alaihiwasallam  kerap mengingatkan kita semua dari bahaya perbuatan zalim ini. Di antaranya Baginda bersabda,


اتَّقُوا الظُّلمَ ؛ فإنَّ الظُّلمَ ظُلُماتٌ يومَ القيامةِ


Maksudnya:”Hindarilah kezaliman, kerana kezaliman itu mendatangkan kegelapan pada hari kiamat kelak.” Riwayat Muslim (2578).


Baginda Sallallahu‘alaihiwasallam juga bersabda,


إنَّ اللَّهَ عزَّ وجلَّ يُمْلِي لِلظّالِمِ، فإذا أخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْهُ، ثُمَّ قَرَأَ وكَذلكَ أخْذُ رَبِّكَ، إذا أخَذَ القُرَى وهي ظالِمَةٌ إنَّ أخْذَهُ ألِيمٌ شَدِيدٌ


Maksudnya:”Sesungguhnya Allah membiarkan orang yang zalim. Namun, apabila Allah telah menghukumnya, Dia tidak akan melepaskannya.” Selanjutnya beliau membaca ayat, “Dan begitulah azab Rabb-mu apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu sangat pedih lagi keras.” Riwayat Bukhari (4686) dan Muslim (2583).


Lihatlah bagaimana hukuman dan keadilan yang Allah Subhanahuwata’ala berikan kepada orang-orang yang berbuat zalim di akhirat kelak. Allah Subhanahuwata’ala ambil kebaikan dan pahala orang yang berbuat zalim untuk diberikan kepada orang-orang yang telah dizaliminya. Jika kebaikannya telah habis atau ia tidak memiliki kebaikan, maka ia akan menanggung dosa-dosa orang yang telah ia zalimi. Rasulullah Sallallahu‘alaihiwasallam bersabda,


مَن كَانَتْ له مَظْلِمَةٌ لأخِيهِ مِن عِرْضِهِ أَوْ شيءٍ، فَلْيَتَحَلَّلْهُ منه اليَومَ، قَبْلَ أَنْ لا يَكونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ، إنْ كانَ له عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ منه بقَدْرِ مَظْلِمَتِهِ، وإنْ لَمْ تَكُنْ له حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِن سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عليه


Maksudnya:”Siapa yang pernah berbuat aniaya (zalim) terhadap kehormatan saudaranya atau sesuatu apapun, hendaklah dia meminta kehalalannya (maaf) pada hari ini (di dunia) sebelum datang hari yang ketika itu tidak bermanfaat dinar dan dirham. Jika dia tidak lakukan, (nanti pada hari kiamat) apabila dia memiliki amal soleh, maka akan diambil darinya sebanyak kezalimannya. Apabila dia tidak memiliki kebaikan lagi, maka keburukan saudaranya yang dizaliminya itu akan diambil lalu ditimpakan kepadanya”. Riwayat Bukhari (2449).


Pada hadith yang lain, Nabi Sallallahu‘alaihiwasallam bersabda,


مَنِ اقْتَطَعَ حَقَّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ بيَمِينِهِ، فقَدْ أَوْجَبَ اللَّهُ له النَّارَ، وَحَرَّمَ عليه الجَنَّةَ فَقالَ له رَجُلٌ: وإنْ كانَ شيئًا يَسِيرًا يا رَسُولَ اللهِ؟ قالَ: وإنْ قَضِيبًا مِن أَرَاكٍ


Maksudnya:”Barangsiapa mengambil hak seorang muslim dengan sumpahnya, maka Allah mewajibkan neraka untuknya, dan mengharamkan syurga atasnya.” Maka seorang laki-laki bertanya, “Wahai Rasulullah, meskipun itu sesuatu yang remeh?” Beliau menjawab, “Meskipun itu hanya kayu siwak”. Riwayat Muslim (137).


Begeralah meminta maaf, menunaikan hak-hak yang tertunda untuk orang-orang yang pernah kita zalimi, meminta maaf sebelum tiba hari kiamat. Hari di mana tidak berguna lagi penyesalan, harta dan apapun yang kita miliki.


Kezaliman adalah nama yang mencakupi seluruh perkara keji, buruk, dan tindakan semena-mena. Kezaliman adalah kegelapan yang dapat mengubah kondisi dan menghancurkan sesebuah bangsa. Sebagaimana firman Allah Subhanahuwata’ala,


وكَذلكَ أخْذُ رَبِّكَ، إذا أخَذَ القُرَى وهي ظالِمَةٌ إنَّ أخْذَهُ ألِيمٌ شَدِيدٌ


Maksudnya:”Dan begitulah siksa Tuhanmu apabila Dia menyiksa (penduduk) negeri-negeri yang berbuat zalim. Sungguh, siksa-Nya sangat pedih, sangat berat”. Hud  ayat 102.


Kezaliman merupakan salah satu dosa dan kemaksiatan yang pelakunya telah mendapatkan ancaman di dunia ini tanpa mengurangi hukumannya di akhirat kelak. Nabi Sallallahu‘alaihiwasallam bersabda,


ما مِن ذَنْبٍ أجدَرُ أن يُعجِّلَ اللهُ تعالى لصاحبِهِ العُقوبةَ في الدُّنيا، مع مايدَّخِرُ له في الآخِرةِ، مِثْلُ البَغْيِ، وقَطيعةِ الرَّحِمِ.


Maksudnya:”Tidak ada suatu dosa yang lebih pantas Allah Subhanahuwata’ala percepat siksaannya di dunia bagi pelakunya, selain apa yang Allah siapkan baginya di akhirat, daripada perbuatan zalim dan memutus kekerabatan”. Riwayat Abu Daud (4092), Tirmidzi (2511), Ibnu Majah (4211), dan Ahmad (20374).


Tidakkah takut orang-orang yang berbuat kezaliman dengan sabda Nabi Sallallahu‘alaihiwasallam dalam wasiatnya kepada Muadz bin Jabal ketika mengutusnya ke Yaman? Beliau Sallallahu‘alaihiwasallam bersabda,


واتَّقِ دَعْوَةَ المَظْلُومِ؛ فإنَّه ليسَ بيْنَهُ وبيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ


Maksud:”Takutlah engkau dengan doa orang yang dizalimi. Kerana tidak ada penghalang antara doa tersebut dengan Allah”. Riwayat Bukhari (1496) dan Muslim (19).


Doa orang yang dizalimi adalah salah satu dari doa yang paling mustajab. Jika ia mendoakan keburukan bagi orang yang menzaliminya, maka sangat mudah bagi Allah Subhanahuwata’ala untuk mengabulkannya.


Bahkan, walaupun yang dizalimi tersebut adalah orang kafir atau orang yang fasik dan gemar bermaksiat sekalipun, Allah mudah untuk mengabulkannya dan tidak ada penghalang antara doanya tersebut dengan Allah Subhanahuwata’ala. Pada hadith yang lain, Nabi Sallallahu‘alaihiwasallam menekankan,


دعوةُ المظلومِ مُستجابةٌ ، وإن كان فاجرًا ففُجورُه على نفسِه


Maksudnya:”Doa orang yang dizalimi itu mustajab dan sangat mudah dikabulkan, sekalipun doa tersebut dari orang yang jahat. Kerana kejahatannya itu memudharatkan dirinya (tanpa memengaruhi keterkabulan doa tadi)”. Riwayat Ahmad (8781) dan At-Thayaalisi (2450).


Mungkin ramai dari kaum muslimin yang tangannya selamat dari menumpahkan darah kaum muslimin lain, atau selamat dari merampas harta orang lain, sehingga  ia mengira bahawa dirinya telah bebas dan selamat dari perbuatan zalim dan selamat juga dari doa orang-orang dizalimi. Sedangkan dia lupa bahawa kezaliman memiliki beragam bentuk; ada kezaliman terhadap kaum kerabat dan saudara, ada juga kezaliman terhadap anak sendiri dan isteri.


Oleh kerana itu, bertakwalah wahai saudaraku, berlakulah adil dan bijaksana dalam setiap tanggungjawab yang kita pikul, lemah lembutlah kepada anak-anak kita, kepada isteri kita, dan kepada tetangga-tetangga yang tinggal di sekitar kita.


Janganlah sampai nanti, amal kebaikan dan pahala yang telah susah payah kita kumpulkan dan kita kerjakan di dunia ini hilang dengan mudahnya dan berpindah tangan kepada orang-orang yang telah kita zalimi.


Nabi Sallallahu‘alaihiwasallam bersabda,


تَعَوَّذوا باللهِ مِنَ الفَقرِ والقِلَّةِ، والذِّلَّةِ، وأنْ تَظلِمَ أو تُظلَمَ


Maksudnya:”Hendaklah kalian berlindung kepada Allah dari kefakiran, merasa kurang dan kehinaan, berbuat zalim atau dizalimi”. Abu Dawud no. 1544, An-Nasa’i no. 5461, Ibnu Majah no. 3842 dan Ahmad no. 10973).


Ya Allah kami berlindung kepada-Mu dari berbuat zalim dan semena-mena, berikanlah kami kebijaksanaan dalam bertindak dan kurniakanlah kami keadilan dalam setiap tindakan yang kami lakukan.


أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ



Wednesday, January 10, 2024

Islam dimusuhi, diperangai dan sebab kemenangan Islam.

Islam dimusuhi, diperangai dan sebab kemenangan Islam.

Islam adalah agama yang mementingkan keharmonian sesama insan. Ajaran Islam menekankan hubungan baik bukan sahaja dengan saudara seagama, malah kepada orang bukan Islam.

Perkataan ‘Islam’ membawa makna penyerahan diri kepada Allah Subhanahuwata'ala. Justeru itu, setiap umat Islam perlu akur bahawa setiap perkara perlu berlandaskan ketetapan daripada Allah Subhanahuwata'ala.


Jika ada umat Islam bertindak menyalahi ketetapan Allah Subhanahuwata'ala, dia tidak lagi menyerahkan dirinya kepada Allah dan ketetapan-Nya.


Muslim yang baik sentiasa menjunjung ajaran Islam dan tidak pernah bertindak melainkan semuanya adalah tindakan yang baik.


عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ


Maksudnya:"Dari Abu Zar ia berkata; Rasulullah ﷺ pernah bersabda kepadaku, "Bertakwalah kamu kepada Allah dimana saja kamu berada dan ikutilah/iringilah setiap keburukan dengan kebaikan yang dapat menghapuskannya, serta bergaullah manusia dengan akhlak yang baik". Riwayat Tirmizi(1987),Ahmad (20392,20435,20556)


Namun, Allah yang menjadikan manusia serta  menjadikan hati-hati mereka, dan Allah juga mengetahui keberadaan hati-hati manusia yang memusuhi Islam  dan Allah juga tahu akan kebencian dan kedengkian mereka terhadap Islam.


Allah Subhanahuwata'ala  menceritakan kepada kita tentang sikap permusuhan orang-orang kafir kepada kaum muslimin. Ia berfirman,


وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ


Maksudnya:"Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sehingga mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat. Dan mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya". Al-Baqarah ayat 217.


Berkata Imam Ibnu Katsir dan firman-Nya:

وَلَا یَزَالُونَ یُقَـٰتِلُونَكُمۡ حَتَّىٰ یَرُدُّوكُمۡ عَن دِینِكُمۡ إِنِ ٱسۡتَطَـٰعُوا۟ۚ

Maksudnya:"Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sehingga mereka dapat mengembalikan kamu dari agama kamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup".

ثم هم مقيمون على أخبث ذلك وأعظمه ، غير تائبين ولا نازعين

Maksudnya:"Kemudian mereka akan terus melakukan perbuatan yang lebih keji tanpa ada keinginan untuk bertaubat dan menghentikan diri".
Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-Adhim, Imam Ibnu Katsir


Sifat ini sangatlah umum kita dapati dari orang-orang kafir. Mereka akan terus memerangi kaum mukminin sehingga mereka (kaum mukminin) murtad dan keluar dari ajaran Islam. Khususnya ahli kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani yang menggerakkan yayasan-yayasan, menyebarkan propaganda, mengirim misionaris dan doktor-doktor, mendirikan sekolah-sekolah untuk menarik seluruh umat kepada agama mereka, dan memasukkan segala bentuk syubhat ke dalam agama kaum mukminin. Sehingga seorang mukmin tidak mengenali lagi agamanya, bahkan sehingga pada tahapan membenci agamanya sendiri.


Ingatlah, Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah redha, sehingga kita umat Islam mengikuti ajaran mereka. Allah Subhanahuwata'ala berfirman,


وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ


Maksudnya:"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemahuan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu". Al-Baqarah ayat 120.


Allah mengkhabarkan kepada Rasul-Nya, orang Yahudi dan Nasrani tidak akan redha sehingga kita mengikuti ajaran mereka. Kerana mereka akan terus mengajak untuk mengikuti ajaran mereka dan mereka anggap itulah sebagai al-huda (petunjuk). Bahkan hakikanya, petunjuk Allah adalah ajaran yang dibawa Nabi Muhammad Sallallahu‘alaihiwasallam, itulah petunjuk yang sebenarnya.


Perlu difahami, ajaran Yahudi dan Nashrani hanyalah mengikuti hawa nafsu semata sehingga disebutkan dalam ayat,


وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ


Maksudnya:"Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemahuan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu". Al-Baqarah ayat 120.


Maka ayat di atas menunjukkan larangan mengikuti hawa nafsu Yahudi dan Nasrani. Juga dalam ayat itu terdapat larangan untuk tasyabbuh dengan Yahudi dan Nashrani (meniru-niru mereka), begitu pula secara khusus tidak boleh meniru ajaran mereka.


Walaupun larangan di atas ditujukan pada Rasulullah Sallallahu‘alaihiwasallam, namun umatnya juga termasuk di dalamnya.


Kebenaran dan kebatilan pastilah akan selalu dalam perseteruan dan perselisihan. Dan ini merupakan sunnatullah kepada umat manusia. Di dalam ketetapan tersebut mengandungi hikmah yang sangat luas. Di antaranya adalah bolehnya berjihad jika telah memenuhi syarat-syaratnya. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,


كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ


Maksudnya:"Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui". Al-Baqarah ayat 216.


Untuk memperoleh kemenangan dan mendapatkan pertolongan Allah Subhanahuwata’ala, ada beberapa sebab yang dapat diusahakan dan dikerahkan oleh seorang muslim. Kesemuanya itu telah Allah jelaskan di dalam Al-Qur’an, kitab kita yang penuh kemuliaan.


Pertama: Beriman dan beramal soleh.


Allah Subhanahuwata’ala berfirman,


وَكَانَ حَقًّاۖ عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ


Maksudnya:"Dan merupakan hak Kami untuk menolong orang-orang yang beriman".  Ar-Rum ayat 47.


Allah Subhanahuwata’ala juga berfirman,


إنَّ اللَّهَ يُدَافِعُ عَنِ الَّذِينَ آمَنُوا


Maksudnya:"Sesungguhnya Allah membela orang yang beriman". Al-Hajj: 38.


Sesungguhnya Allah Subhanahuwata’ala akan senantiasa bersama dengan orang-orang mukmin, membantu mereka, dan menolong mereka. Allah Subhanahuwata’ala juga menjanjikan kepada mereka pembelaan-Nya dan Allah juga berjanji jikalau mereka benar-benar merealisasikan keimanan mereka dalam setiap ucapan dan perbuatan, maka Allah Subhanahuwata’ala tidak akan memberikan peluang kepada orang kafir untuk mengalahkan dan menyakiti mereka. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,


وَلَنْ يَّجْعَلَ اللّٰهُ لِلْكٰفِرِيْنَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ سَبِيْلًا 


Maksudnya:"Allah tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk mengalahkan orang-orang beriman". An-Nisa’ ayat 141.


Jika kaum muslimin mengalami kekalahan di beberapa kesempatan, maka itu disebabkan oleh diri mereka sendiri. Baik itu karena dosa-dosa atau kerana pelanggaran mereka terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana hal ini Allah sampaikan kepada kaum mukminin para sahabat Nabi Sallallahu‘alaihiwasallam dalam peperangan Uhud,


اَوَلَمَّآ اَصَابَتْكُمْ مُّصِيْبَةٌ قَدْ اَصَبْتُمْ مِّثْلَيْهَاۙ قُلْتُمْ اَنّٰى هٰذَا ۗ قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اَنْفُسِكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ


Maksudnya:"Dan mengapa kamu (hairan) ketika ditimpa musibah (kekalahan pada perang Uhud), padahal kamu telah menimpakan musibah dua kali lipat (kepada musuh-musuhmu pada perang Badar) kamu berkata, ‘Dari mana datangnya (kekalahan) ini?’ Katakanlah, ‘Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.’ Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu". Ali Imran ayat 165.


Kedua: Menegakkan tauhid, menyembah Allah satu-satu-Nya, dan berlepas dari segala macam bentuk kesyirikan.


Sebab yang akan menghantarkan kaum muslimin untuk mendapatkan kemenangan adalah menegakkan tauhid, menyembah Allah satu-satu-Nya, dan berlepas dari segala macam bentuk kesyirikan.


Termasuk dari kesyirikan yang mesti di hindari adalah riya’ dan mengharapkan dunia dari jihad dan perjuangan yang dilakukan. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,


وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ خَرَجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بَطَرًا وَرِئَاءَ النَّاسِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ


Maksudnya:"Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang keluar dari kampung halamannya dengan rasa angkuh dan ingin dipuji orang (ria) serta menghalang-halangi (orang) dari jalan Allah". Al-Anfal ayat 47.


Di dalam Sahih Bukhari dan Sahih Muslim juga disebutkan sebuah hadith yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu. Beliau bercerita,


جَاءَ رَجُلٌ إلى النبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ فَقالَ: يا رَسولَ اللَّهِ، ما القِتَالُ في سَبيلِ اللَّهِ؟ فإنَّ أحَدَنَا يُقَاتِلُ غَضَبًا، ويُقَاتِلُ حَمِيَّةً، فَرَفَعَ إلَيْهِ رَأْسَهُ، قالَ: وما رَفَعَ إلَيْهِ رَأْسَهُ إلَّا أنَّه كانَ قَائِمًا، فَقالَ: مَن قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هي العُلْيَا، فَهو في سَبيلِ اللَّهِ عزَّ وجلَّ.


Maksudnya:"Seorang laki-laki datang menemui Nabi Sallallahu‘alaihiwasallam dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah yang disebut dengan perang fisabilillah (di jalan Allah)? Sebab di antara kami ada yang berperang kerana marah dan ada yang kerana semangat?’ Beliau lalu mengangkat kepalanya ke arah orang yang bertanya, dan tidaklah beliau angkat kepalanya, kecuali kerana orang yang bertanya itu berdiri. Beliau lalu menjawab, ‘Barangsiapa berperang untuk meninggikan kalimat Allah, maka dia perperang di jalan Allah ‘Azza Wajalla". Riwayat Bukhari (123).


Ketiga: Bersatu di atas kebenaran dan tidak berpecah belah


Bersatu di atas kebenaran, memperbaiki hubungan yang renggang di antara kaum muslimin dan tidak berpecah belah serta berperang dalam satu panji dan satu kepemimpinan.

Allah Subhanahuwata’ala berfirman,


وَٱعْتَصِمُوا۟ بِحَبْلِ ٱللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا۟ ۚ


Maksudnya:"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai". Ali Imran ayat 103.


Allah Subhanahuwata’ala juga berfirman,


فَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَأَصْلِحُوا۟ ذَاتَ بَيْنِكُمْ ۖ


Maksudnya:"Oleh sebab itu, bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu". Al-Anfal ayat 1.


Di ayat yang lain Allah Subhanahuwata’ala berfirman,


وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ


Maksudnya:"Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang". Al-Anfal ayat 46.


Keempat: Mempersiapkan kekuatan.


Jalan yang mesti ditempuh oleh seorang mukmin untuk meraih kemenangan adalah dengan mempersiapkan kekuatan sesuai dengan kadar kemampuan masing-masing.


Islam adalah agama yang kuat. Memerintahkan umatnya untuk mempersiapkan seluruh bentuk kekuatan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,


وَاَعِدُّوْا لَهُمْ مَّا اسْتَطَعْتُمْ مِّنْ قُوَّةٍ وَّمِنْ رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُوْنَ بِه عَدُوَّ اللّٰهِ وَعَدُوَّكُمْ وَاٰخَرِيْنَ مِنْ دُوْنِهِمْۚ لَا تَعْلَمُوْنَهُمْۚ اَللّٰهُ يَعْلَمُهُمْۗ


Maksudnya:"Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggentarkan musuh Allah, musuhmu, dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, tetapi Allah mengetahuinya". Al-Anfal ayat 60.


Kelima: Bersabar dalam perjuangan, tidak melupakan kewajiban solat dan senantiasa berzikir mengingat Allah Subhanahuwata’ala.


Bersabar dalam perjuangan, tidak melupakan kewajiban solat dan senantiasa berzikir mengingat Allah Subhanahuwata’ala.


Allah Subhanahuwata’ala berfirman,


وَإنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا إنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ


Maksudnya:"Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan". Ali Imran ayat 120.


Allah Subhanahuwata’ala juga berfirman,


يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ


Maksudnya:"Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan solat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar". Al-Baqarah ayat 153


Terkait dengan solat, Allah Subhanahuwata’ala memerintahkan kaum muslimin untuk menjaganya dan tidak ada keringanan untuk meninggalkannya, meskipun mereka sedang dalam suasana mencengkam kerana peperangan. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,


حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ * فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا أَوْ رُكْبَانًا فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَمَا عَلَّمَكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ


Maksudnya:"Peliharalah semua solat(mu), dan (peliharalah) solat wustha (iaitu, salat asar). Berdirilah untuk Allah (dalam solatmu) dengan khusyuk. Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka solatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (solatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui". Al-Baqarah ayat 238-239.


Terakhir: Mencintai dan menyayangi kaum mukminin serta berlepas diri dari orang-orang kafir dan zalim. 


Apa yang mesti kita senantiasa  tanamkan kepada diri kita adalah mencintai dan menyayangi kaum mukminin serta berlepas diri dari orang-orang kafir dan zalim. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,


وَمَنْ يَّتَوَلَّ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا فَاِنَّ حِزْبَ اللّٰهِ هُمُ الْغٰلِبُوْنَ 


Maksudnya:'Dan barangsiapa menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman sebagai penolongnya, maka sungguh, pengikut (agama) Allah itulah yang menang". Al-Ma’idah ayat 56.


Jika sikap Wala’ dan Barra’ ini tidak diterapkan oleh kaum muslimin, kemudian mereka berpecah belah dan menjadi kelompok-kelompok kecil, maka akan hilang kekuatan mereka dan kekacauan akan terjadi di atas muka bumi ini. Sebagaimana firman Allah Subhanahuwata’ala,


وَٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۚ إِلَّا تَفْعَلُوهُ تَكُن فِتْنَةٌ فِى ٱلْأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ


Maksudnya:"Adapun orang-orang yang kafir, sebahagian mereka menjadi pelindung bagi sebahagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar". Al-Anfal ayat 73.


Semoga Allah Subhanahuwata’ala menguatkan barisan kaum muslimin, menguatkan hubungan di antara mereka, menumbuhkan kasih sayang di antara mereka dan memberikan kemenangan dan pertolongan-Nya kepada kita semua.


Ya Allah, Ya Rabb kami, berikanlah pertolongan-Mu untuk saudara-saudara kami yang sedang berjuang meninggikan kalimat tauhid di mana pun mereka berada. Ya Allah, tulislah kemenangan dan keamanan kepada seluruh kaum muslimin yang berjuang melawan kezaliman orang-orang kafir yang mendustakan-Mu. Sungguh engkau adalah sebaik-baik penolong bagi kami dan saudara-saudara kami.


أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ





Tetap istiqomah walaupun di luar bulan Ramadhan.

Tetap istiqomah walaupun di luar bulan Ramadhan. Istiqomah dalam mengerjakan amal soleh merupakan satu sikap yang penting dalam kehidupan se...